Tenaga
kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia atau sumber daya
manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga
kerja dapat dilihat secara makro maupun mikro. Secara makro, tenaga
kerja adalah kelompok yang menduduki usia kerja. Secara mikro , tenaga kerja
adalah karyawan atau employee yang mampu memberikan jasa dalam proses
produksi. Dalam suatu perusahaan sangat
di perlukan sumber daya manusia yang mampu membantu proses produksi hingga
proses desain dan inovasi. Bagi para manajer produksi dan operasi perlu
memberikan perhatian penuh terhadap manjemen orang-orangnya. Karena manjemen
produksi dan operasi juga harus bertanggung jawab terhadap bawahannya.
Dalam lingkungan tenaga kerja, setiap perilakunya
memiliki sifat yang unik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil Desain
Pekerjaan yang ada dalam suatu lingkungan bisnis. Perilaku
masyarakat merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari
sejumlah disiplin prilaku, seperti yang menonjol yaitu sosiologi, psikologi
sosial. Sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja dan pengukuran desain kerja
adalah masyarakat, selain itu diperluas juga mencakup pembelajaran, keefektifan
kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi, kepribadian, pelatihan, proses
pengambilan keputusan, penilaian kerja, dan desain pekerjaan. Demikian pula
desain pekerjaan dan pengukuran kerja, merupakan hal yang berkaitan dengan
menejemen, diharapkan desain produk dapat menciptakan produktivitas yang
memuaskan konsumen, sebagaimana yang ditetapkan dalam usaha.
Desain pekerjaan
dapat didefinisikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan seorang individu
atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan teknologi dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadi dan individual
para pembegang jabatan. Pengertin istilah pekerjaan dan bagian-bagian
lainnya dapat di rumuskan sebagai
berikut :
1. Gerak –mikro (micro-motion) : gerakan-gerakan kerja
terkecil mencangkup gerakan-gerakan
elementer seperti meraih, menggenggam, atau meletakkan suatu obyek.
2. Elemen : suatu agregasi dua atau lebih gerak-mikro,
biasanya danggap lebih kurang sebagai kesatuan gerak yang lengkap, seperti
mengambil, mengangkut, dan mengatur barang.
3. Tugas (taks) : suatu agregasi dua atau lebih elemen
menjadi kegiatan yang lengkap, seperti menyapu lantai, memotong pohon, atau
memasang kabel telephone.
4. Pekerjaan (job) : serangkaian tugas-tugas yang harus
dilaksanakan oleh seorang pekerja tertentu. Suatu pekerjaan dapat terdiri dari
beberapa tugas, seperti pengetikan, pengarsipan dan pembuatan konsep surat,
dalam pekerjaan sekretariat, atau hanya terdiri atas tunggal seperti pemasangan
roda mobil, dalam perakitan mobil.
Desain pekerjaan
adalah fungsi kompleks karena hal ini memerlukan pemahaman baik terhadap
veriabel-variabel teknikal maupun variabel-variabel sosial. Bila variabel
tersebut di abaikan maka desain pekerjaan akan menyebabkan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan secara tidak efektif dan efesien. Disamping itu, desain
pekerjaan harus menetapkan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur pekerjaan
akhir. Keputusan-keputusan harus di buat yang bersangkutan dengan tugas-tugas
apa yang di lakukan, siapa yang melakukan, dimana, kapan , mengapa dan bagamana
tugas tugas di lakukan. Berikut merupakan faktor-faktor dalam desain pekerjaan.
Bagi
perusahaan, karyawan adalah asset yang paling bernilai. Untuk hal ini,
Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa unsur karyawan merupakan unsur
terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan bahkan disebutnya sebagai vital
machine. Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan
tercapai apabila terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud
adalah kondisi di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian,
perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material
maupun moral. Dari aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih
dan mutakhirnya sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai
sumbangan instrinsik manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas
keterampilan, emosional, maupun tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku
yang unik dan tidak dapat diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar
bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang paling rumit,
paling kompleks bagi seorang manajer.
Tulisan
ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai pandangan mengenai tujuan yang hendak
dicapai dalam pengelolaan karyawan, prinsip-prinsip dalam pengelolaan karyawan,
dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pendekatan dalam disain kerja, dan
diakhiri dengan pembicaraan mengenai tekhnik-tekhnik pengukuran kerja.
Tujuan
Pengelolaan Karyawan
Ketika model-model
kuantitatif dan operation research mencapai puncak kejayaannya sekitar
tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu, perhatian atau concern
pihak manajemen terhadap karyawan di dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan.
Dengan berbagai model dan pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan
diusahakan dapat diselesaikan. Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan
dianggap sebagai mesin, salah satu faktor produksi. Meskipun demikian, pada
saat yang sama para ahli perilaku dan psikologi berhasil menyumbangkan suatu
gagasan hasil penelitian mengenai pola perilaku karyawan di dalam perusahaan.
Tidak dapat dihindarkan, hasil penelitian ini membuat munculnya perspektif baru
dalam pengelolaan karyawan. Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang
mendesak untuk lebih banyak menerapkan penelitian keperilakuan dalam
perusahaan, dan pada gilirannya pada bidang manajemen produksi operasi.
Sebagian besar manajer mengakui bahwa tanggung jawab yang paling banyak menyita
perhatian adalah masalah pengelolaan karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang
paling penting adalah pencapaian prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi
operasi, prestasi kadang kali disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi
pengertian itu kurang memadai. Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas
saja. Lebih jauh, prestasi harus melibatkan semua tujuan dalam produksi
operasi, katakanlah seperti service excellent, penghematan biaya,
kualitas, delivery, dan bahkan fleksibilitas.
Aliran klasik dalam
manajemen memusatkan perhatian pada penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk meningkatkan
produktivitas dan menekan biaya. Pendapat ini berarti, karyawan harus diatur
sedemikian rupa sehingga produktivitas dapat tercapai dan segala bentuk
pemborosan dapat dihindarkan. Sementara itu, aliran perilaku muncul dan
berkembang akibat adanya pembuktian bahwa aliran klasik tidak benar-benar
membantu pencapaian efisiensi produksi dan keserasian kerja. Aliran perilaku
mengubah konsep manusia rasional aliran klasik menjadi konsep manusia sosial.
Di dalam konsep ini, ada keyakinan bahwa manusia bekerja bukan hanya untuk
mencari nafkah dengan maksud mencukupi kebutuhan hidupnya, lebih jauh dari itu,
manusia bekerja untuk memperoleh pemuasan dari kebutuhan sosialnya. Dan pada
kenyataannya, pendekatan ini lebih banyak menyumbang pada peningkatan prestasi
ketimbang pendekatan manusia rasional.
Pandangan lain tentang
tujuan pengelolaan karyawan dikemukakan oleh Herbert Simon (1960). Simon
menyatakan bahwa tujuan pengelolaan karyawan adalah pencapaian prestasi yang
memuaskan. Perhatikan bahwa Simon menggunakan phrase “prestasi
memuaskan” dan bukan “prestasi maksimum”. Penggunaan kata “maksimum” kadang
kala menyesatkan. Maksimum bukan dengan sendirinya berarti perolehan tertinggi.
Maksimum hanya mengarah kepada hasil tetapi tidak kepada usaha untuk mendapatkan
hasil tersebut. Sebaliknya, dengan kata “memuaskan”, berarti prestasi yang
memungkinkan perusahaan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi bisnis yang
penuh persaingan agar dapat survive. Singkatnya, kata “maksimum” tidak
menunjukkan pengorbanan untuk memperolehnya, sementara kata pengorbanan itu
sendiri sudah inheren dengan kata “memuaskan”.
Lebih lanjut, patut diingat
bahwa tujuan kepuasan dan tujuan prestasi karyawan biasanya bertolak belakang.
Apabila parameternya adalah prestasi, kepuasan karyawan akan dikesampingkan.
Sebaliknya, penggunaan kepuasan sebagai parameter akan menempatkan prestasi ke
tempat yang paling bawah. Memang pada kenyataannya, sulit untuk menentukan mana
yang paling baik bagi perusahaan, “karyawan puas karena berprestasi” atau
“karyawan berprestasi karena puas”.
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Karyawan
Secara umum, pengelolaan
karyawan dalam perusahaan mengikuti kecenderungan sebagai berikut:
- Model Hubungan Manusiawi (19301–1940)
- Model Manajemen Partisipatif (1950)
- Model T-Group (1960)
- Model Pemerkayaan Pekerjaan (1970)
- Model Quality Cycle (1980)
Peralihan kecenderungan ini
bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak dapat lagi dipergunakan saat ini.
Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi tertentu yang sesuai, pendekatan itu akan
sangat berguna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua pendekatan itu
dapat dipergunakan secara bersamaan dan simultan. Selain menganjurkan
penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan disajikan 7(tujuh) prinsip
pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan dapat dipergunakan pada
situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut.
- Cocokkan karyawan dengan pekerjaan : Prinsip ini berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia. Selain itu, karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam bekerja. Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di dalam pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil kerja. Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang pengambilan keputusan kepada karyawan.
- Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis atau berisikan tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak, ketidakjelasan tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi karyawab dan pada gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan tingkat konflik yang dialami karyawan.
- Tetapkan standar prestasi: Adanya standar prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan lebih banyak tugas kepada karyawan.
- Komunikasi dan keterlibatan karyawan: Gagasan manajemen partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan pantas untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam pengambilan keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen puncak dan merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa ia bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat dikatakan sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.
- Mengadakan pendidikan dan latihan: Dalam situasi di mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan pelatihan mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan latihan, pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat menyumbang pada pencapaian integrasi perusahaan.
- Menjamin supervisi yang baik: Tidak ada yang lebih mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik. Seorang penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun manusiawi. Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa yang diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini, mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.
- Penghargaan atas prestasi kerja: Semua karyawan membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang diberikan dapat berupa penghargaan material maupun im-material.
Desain
Kerja
Sebelum rancangan kerja
dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya teknologi
atau proses sudah ditentukan. Apabila kondisinya demikian, maka fleksibilitas
yang tersisa hanya sedikit karena pekerjaan hampir seluruhnya telah diserap
oleh teknologi proses. Disain kerja dapat diartikan sebagai fungsi penetapan
kegiatan-kegiatan individual dan kelompok secara organisasional. Dengan kata
lain, disain kerja merupakan fungsi penstrukturan tentang isi dan metode kerja.
Hal ini berarti, suatu disain kerja harus berisikan paling tidak 6 (enam)
uraian, yaitu:
1.
Tugas
apa yang harus dilaksanakan;
2.
Bagaimana
melaksanakannya;
3.
Kapan
pekerjaan itu dilaksanakan;
4.
Di
mana tempat pelaksanaannya;
5.
Siapa
pelaksana dan siapa penanggungjawabnya;
6.
Mengapa
pekerjaan itu harus diselesaikan.
Rancangan kerja merupakan
pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya, terlebih dahulu diperlukan
pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis dan variabel sosial
(karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak diperhatikan, maka akan
terjadi dis-equilibrium dalam pekerjaan. Pekerjaan menjadi membosankan
atau pekerjaan tidak memanfaatkan kelebihan teknologi yang tersedia. Tujuan
diadakannya rancangan kerja adalah untuk menemukan pekerjaan yang dapat
memenuhi persyaratan sosial dan persyaratanan teknis sekaligus. Pendekatan ini
mengarah pada pengembangan kerja yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat
teknologi yang paling ekonomis dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih
jauh, pandangan ini juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul
sebagai akibat tingginya tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan
dalam bekerja.
Pengukuran
Kerja
Tanggung jawab manajer
adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin bahwa tekhnik pengukuran kerja
tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik pengukuran kerja yang
diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat menjawab kebutuhan
organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan dapat diperoleh.
Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut:
- Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini dilakukan dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output standar yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa adanya kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan terhadap karyawan.
- Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat output tertentu dimasa mendatang, dan dengan membandingkannya dengan ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
- Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah dengan ketersediaan waktu, standar kerja yang dimiliki organisasi dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas yang tersedia.
- Menentukan Harga Produk: Standar kerja yang diperoleh melalui pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam penetapan harga pokok dan harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
- Membandingkan Metode Kerja: Apabila sedang dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda, standar kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas metode-metode tersebut.
- Mempermudah Penjadwalan : Salah satu input data bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan kerja. Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
- Menentukan Upah Insentif: Karyawan akan memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.
Contoh
Kasus :
MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA PT SEMEN GRESIK
PT
Semen Gresik merupakan perusahaan semen terbesar di Indonesia. Visi perusahaan
ini adalah menjadi pemimpin perusahaan semen dengan reputasi internasional dan
mampu menciptakan nilai tambah pada para stakeholder. Sedangkan misi perusahaan
ini yang pertama adalah memproduksi dan memperdagangkan semen dan produk lain
yang relevan dengan orientasi pada kepuasan konsumen dengan menerapkan teknologi
ramah lingkungan. Yang kedua adalah menciptakan manajemen korporat yang sesuai
dengan standar internasional dengan menegakkan etika bisnis, solidaritas, dan
bersikap proaktif, efektif, dan inovatif dalam menunjukkan kinerja. Yang
ketiga, mempunyai daya saing dalam pasar semen domestik maupun internasional.
Yang keempat, memberdayakan dan menjaga sinergi di antara unit bisnis strategis
untuk berkelanjutan. Yang kelima, mempunyai komitmen untuk peningkatan
kemakmuran para stakeholder, khususnya pemegang saham, karyawan dan komunitas
di sekitarnya.
PT Semen Gresik memiliki bebagai tipe semen. Semen utama yang
diproduksi adalah tipe I semen Portland (Ordinary Portland Cement –OPC).
Sebagai tambahan, berbagai tipe semen khusus dan campuran juga diproduksi, untuk
penggunaan terbatas dan jumlah kecil daripada OTC. Secara keseluruhan
produk-produk perusahaan ini yaitu Ordinary Portland Cement Tipe I, Portland
Cement Tipe II, Ordinary Portland Cement Tipe III, Ordinary Portland Cement
Tipe V, Ordinary Portland Cement Tipe III, Portland Pozzoland Cement (PPC),
Portland Composite Cement (PCC), Super Masonary Cement (SMC), Oil Well Cement,
Class G-HSR (High Sulfate Resistance), dan Special Blended Cement (SBC).
Strategi dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Manusia
PT
SEMEN GRESIK
HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT (HUMAN CAPITAL MASTER
PLAN)
Mengantisipasi pertumbuhan dan pengembangan Perseroan
yang mulai agresif dibeberapa tahun terakhir ini, Perseroan telah
menyusun Human Capital Master Plan (HCMP) yang merupakanframework pengembangan
secara bertahap HC Perseroan dalam periode lima tahun ke depan, guna menjamin
tercapaianya visi Perseroan. Dalam HCMP tersebut, Perseroan telah menetapkan
kebijakan-kebijakan mendasar dalam pengelolaan dan pengembagan SDM. Seluruh
kebijakan yang disusun menyangkut pengembangan HC bermuara pada satu tujuan,
Perseroan memiliki dan mengembangangkan HC dengan talenta terbaik untuk
menjamin tercapainya visi dan misi Perusahaan.
HCMP Perseroan terdiri atas empat tahapan yang
dilakukan secara berkelanjutan, yakni:
1.
Tahap pertama, 2009 - 2010, setting human capital
foundation, yakni penyusunan HCMP dan dimulainya transisi implementasi
sistem dengan kegiatan penyelarasan sistem manajemen SDM dan optimalisasi framework aliran human
capital di antara anggota group Perseroan.
2. Tahap kedua, pelaksanaan HCMP, 2011 - 2012, growth &strengthening.
Perseroan melakukan penguatan human capital systemdan percepatan
peningkatan performance SDM secara berkesinambungan. Target
tahap ini yaitu terjadinya akselerasi kemampuan dan kinerja SDM secara
signifikan guna mendukung pencapaian tujuan Perseroan.
3. Tahap ketiga, 2013, excellent performance. Pada
tahapan ini seluruhHuman Capital System telah mencapai kondisi yang
optimal dan berada pada derajat aligment yang tinggi untuk
menunjukkan high performance system and culture.
4. Tahap keempat, 2014 dan seterusnya, pengelolaan HC Perseroan yang
sejajar dengan pengelolaan HC perusahaan kelas dunia. Pada tahap ini,
pengelolaan HC yang dilakukan Perseroan mampu membuat citra atau persepsi
publik terhadap Perseroan berubah. Perseroan telah menjadi perusahaan kelas
dunia dengan standar manajemen internasional, perusahaan pilihan dalam bisnis
persemanan dan perusahaan pilihan para talenta terbaik yang berminat terjun di
bidang persemenan.
TRAINING AND DEVELOPMENT
Salah satu fokus HCMP yaitu pelaksanaan program leadership
development dengan tujuan menghasilkan pemimpin yang memiliki
kapabilitas kepemimpinan yang mumpuni, baik dari aspek teknis, kepemimpinan,
maupun business acumen di semua jenjang baik struktural maupun
dan fungsional organisasi. Pemimpin di Perseroan diupayakan memiliki kompetensi
inti dan elemen kepemimpinan. Kompetensi inti terdiri dari teamwork, continuous
learning, berorientasi melayani, profesional. Sedangkan elemen kepemimpinan
berupa adaptibility, problem solving, change
leadership, planning organizing, dan developing people.
Perseroan juga melakukan penguatan budaya perusahaan
yang didasarkan pada performance based culture. Perilaku unggul
dirangkum sebagai kompetensi inti, kemudian digabungkan dengan kompetensi
teknis yang dipergunakan sebagai dasar pengembangan kompetensi pegawai.
KNOWLEDGE MANAGEMENT
Perseroan mulai melaksanakan kegiatan knowledge
managementdengan tujuan mengelola pengetahuan yang merupakan aset bernilai
tinggi di Perseroan sebagai sarana untuk meningkatkan keunggulan HC Perseroan.
Tergolong dalam kegiatan ini yaituknowledge sharing, mentoring,
bedah buku dan kegiatan lain terkait dengan pengetahuan individu maupun
kelompok. Kegiatan knowledge management diharapkan semakin
memperkuat kemampuan human capital Perseroan termasuk dalam
melakukan rancang bangun fasilitas produksi yang telah menjadi salah satu
kompetensi inti Perseroan. Kegiatan ini sangat mendukung pelaksanaan learning
process, inter-group rotation, job opportunity,
maupun career planning pegawai Perseroan.
MANAJEMEN KINERJA DAN SISTEM REMUNERASI
Peningkatan kompetensi SDM kemudian diimbangi dengan
pemberian kesempatan untuk berkembang bersama Perseroan serta pemberian paket
remunerasi yang kompetitif. Proses ini melibatkan seluruh kegiatan yang
berkaitan dengan siklus manajemen kinerja, mulai dari penyusunan rencana, performance
review secara kontinyu dan penilaian kinerja di akhir tahun.
Di tahun 2009, Perseroan mulai mengimplementasikan “Balance
Scorecard" sebagai tools dalam manajemen KPI guna
menjamin akurasi, transparansi, dan obyektifitas penilaian kinerja.
Hasil evaluasi akan digunakan untuk mendapatkan feedback bagi
pengembangan SDM bersangkutan dan memberikan penghargaan untuk yang mencapai
atau melebihi target KPI. Bagi yang tidak mencapai ukuran kinerja yang
ditetapkan, dilakukan pembinaan.
KESIMPULAN
Manajemen Sumber Daya Manusia,
disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur
hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu
secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga
tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat
menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah
manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian
MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi,
dll. Unsur MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain
dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan
karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan
hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya
manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi
secara langsung sumber daya manusianya.
Pada PT. Semen Gresik melakukan Strategi dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya
Manusia yang
terdiri dari Human Resources Development
(Human Capital Master Plan),
Training And Development, Knowledge Management dan Manajemen Kinerja dan Sistem Remunerasi.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar