Rabu, 30 November 2016

Perancangan Dan Pengelolaan Tenaga Kerja



Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia atau sumber daya manusia. Oleh karena itu, pengertian tenaga  kerja dapat dilihat secara makro maupun mikro. Secara makro, tenaga kerja adalah kelompok yang menduduki usia kerja. Secara mikro , tenaga kerja adalah karyawan atau employee yang mampu memberikan jasa dalam proses produksi.  Dalam suatu perusahaan sangat di perlukan sumber daya manusia yang mampu membantu proses produksi hingga proses desain dan inovasi. Bagi para manajer produksi dan operasi perlu memberikan perhatian penuh terhadap manjemen orang-orangnya. Karena manjemen produksi dan operasi juga harus bertanggung jawab terhadap bawahannya.

Dalam  lingkungan tenaga kerja, setiap perilakunya memiliki sifat yang unik sehingga akan berpengaruh terhadap hasil Desain Pekerjaan yang ada dalam suatu lingkungan bisnis. Perilaku masyarakat merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas sumbangan dari sejumlah disiplin prilaku, seperti yang menonjol yaitu sosiologi, psikologi sosial. Sedangkan yang menyangkut kepuasan kerja dan pengukuran desain kerja adalah masyarakat, selain itu diperluas juga mencakup pembelajaran, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi, kepribadian, pelatihan, proses pengambilan keputusan, penilaian kerja, dan desain pekerjaan. Demikian pula desain pekerjaan dan pengukuran kerja, merupakan hal yang berkaitan dengan menejemen, diharapkan desain produk dapat menciptakan produktivitas yang memuaskan konsumen, sebagaimana yang ditetapkan dalam usaha.

Desain pekerjaan dapat didefinisikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan seorang individu atau kelompok secara organisasional. Tujuannya adalah adalah  untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi dan teknologi dan memuaskan  kebutuhan-kebutuhan pribadi dan individual para pembegang jabatan. Pengertin istilah pekerjaan dan bagian-bagian lainnya  dapat di rumuskan sebagai berikut :

1.   Gerak –mikro (micro-motion) : gerakan-gerakan kerja terkecil mencangkup gerakan-gerakan elementer seperti meraih, menggenggam, atau meletakkan suatu obyek.
2.   Elemen : suatu agregasi dua atau lebih gerak-mikro, biasanya danggap lebih kurang sebagai kesatuan gerak yang lengkap, seperti mengambil, mengangkut, dan mengatur barang.
3.   Tugas (taks) : suatu agregasi dua atau lebih elemen menjadi kegiatan yang lengkap, seperti menyapu lantai, memotong pohon, atau memasang kabel telephone.
4.     Pekerjaan (job) : serangkaian tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang pekerja tertentu. Suatu pekerjaan dapat terdiri dari beberapa tugas, seperti pengetikan, pengarsipan dan pembuatan konsep surat, dalam pekerjaan sekretariat, atau hanya terdiri atas tunggal seperti pemasangan roda mobil, dalam perakitan mobil.

Desain pekerjaan adalah fungsi kompleks karena hal ini memerlukan pemahaman baik terhadap veriabel-variabel teknikal maupun variabel-variabel sosial. Bila variabel tersebut di abaikan maka desain pekerjaan akan menyebabkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara tidak efektif dan efesien. Disamping itu, desain pekerjaan harus menetapkan berbagai faktor yang mempengaruhi struktur pekerjaan akhir. Keputusan-keputusan harus di buat yang bersangkutan dengan tugas-tugas apa yang di lakukan, siapa yang melakukan, dimana, kapan , mengapa dan bagamana tugas tugas di lakukan. Berikut merupakan faktor-faktor dalam desain pekerjaan.

Bagi perusahaan, karyawan adalah asset yang paling bernilai. Untuk hal ini, Robert Owen (1771–1858) juga menekankan bahwa unsur karyawan merupakan unsur terpenting dalam operasi perusahaan. Karyawan bahkan disebutnya sebagai vital machine. Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa peningkatan produktivitas akan tercapai apabila terdapat peningkatan kondisi karyawan. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Dengan demikian, perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap karyawan, baik secara material maupun moral. Dari aspek sistem produksi operasi sendiri, bagaimana pun canggih dan mutakhirnya sebuah mesin, tidak ada satu mesin pun yang dapat menyamai sumbangan instrinsik manusia –karyawan, baik dari unsur diversitas keterampilan, emosional, maupun tingkatan prestasi. Karyawan memiliki perilaku yang unik dan tidak dapat diduga, sehingga benar apa yang dikatakan para pakar bahwa managing people seringkali merupakan kegiatan yang paling rumit, paling kompleks bagi seorang manajer.

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai pandangan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam pengelolaan karyawan, prinsip-prinsip dalam pengelolaan karyawan, dilanjutkan dengan pembahasan mengenai pendekatan dalam disain kerja, dan diakhiri dengan pembicaraan mengenai tekhnik-tekhnik pengukuran kerja.

Tujuan Pengelolaan Karyawan
Ketika model-model kuantitatif dan operation research mencapai puncak kejayaannya sekitar tahun 1950-an, dapat dikatakan bahwa pada waktu itu, perhatian atau concern pihak manajemen terhadap karyawan di dalam perusahaan seakan-akan disingkirkan. Dengan berbagai model dan pendekatan, semua persoalan di dalam perusahaan diusahakan dapat diselesaikan. Melalui pendekatan tersebut karyawan bahkan dianggap sebagai mesin, salah satu faktor produksi. Meskipun demikian, pada saat yang sama para ahli perilaku dan psikologi berhasil menyumbangkan suatu gagasan hasil penelitian mengenai pola perilaku karyawan di dalam perusahaan. Tidak dapat dihindarkan, hasil penelitian ini membuat munculnya perspektif baru dalam pengelolaan karyawan. Sejalan dengan itu, timbul suatu kebutuhan yang mendesak untuk lebih banyak menerapkan penelitian keperilakuan dalam perusahaan, dan pada gilirannya pada bidang manajemen produksi operasi. Sebagian besar manajer mengakui bahwa tanggung jawab yang paling banyak menyita perhatian adalah masalah pengelolaan karyawan. Meskipun demikian, tujuan yang paling penting adalah pencapaian prestasi. Dalam lingkup manajemen produksi operasi, prestasi kadang kali disejajarkan dengan produktivitas. Tetapi pengertian itu kurang memadai. Prestasi tidak hanya menyangkut produktivitas saja. Lebih jauh, prestasi harus melibatkan semua tujuan dalam produksi operasi, katakanlah seperti service excellent, penghematan biaya, kualitas, delivery, dan bahkan fleksibilitas.

Aliran klasik dalam manajemen memusatkan perhatian pada penerapan prinsip-prinsip ilmiah untuk meningkatkan produktivitas dan menekan biaya. Pendapat ini berarti, karyawan harus diatur sedemikian rupa sehingga produktivitas dapat tercapai dan segala bentuk pemborosan dapat dihindarkan. Sementara itu, aliran perilaku muncul dan berkembang akibat adanya pembuktian bahwa aliran klasik tidak benar-benar membantu pencapaian efisiensi produksi dan keserasian kerja. Aliran perilaku mengubah konsep manusia rasional aliran klasik menjadi konsep manusia sosial. Di dalam konsep ini, ada keyakinan bahwa manusia bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah dengan maksud mencukupi kebutuhan hidupnya, lebih jauh dari itu, manusia bekerja untuk memperoleh pemuasan dari kebutuhan sosialnya. Dan pada kenyataannya, pendekatan ini lebih banyak menyumbang pada peningkatan prestasi ketimbang pendekatan manusia rasional.

Pandangan lain tentang tujuan pengelolaan karyawan dikemukakan oleh Herbert Simon (1960). Simon menyatakan bahwa tujuan pengelolaan karyawan adalah pencapaian prestasi yang memuaskan. Perhatikan bahwa Simon menggunakan phrase “prestasi memuaskan” dan bukan “prestasi maksimum”. Penggunaan kata “maksimum” kadang kala menyesatkan. Maksimum bukan dengan sendirinya berarti perolehan tertinggi. Maksimum hanya mengarah kepada hasil tetapi tidak kepada usaha untuk mendapatkan hasil tersebut. Sebaliknya, dengan kata “memuaskan”, berarti prestasi yang memungkinkan perusahaan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi bisnis yang penuh persaingan agar dapat survive. Singkatnya, kata “maksimum” tidak menunjukkan pengorbanan untuk memperolehnya, sementara kata pengorbanan itu sendiri sudah inheren dengan kata “memuaskan”.

Lebih lanjut, patut diingat bahwa tujuan kepuasan dan tujuan prestasi karyawan biasanya bertolak belakang. Apabila parameternya adalah prestasi, kepuasan karyawan akan dikesampingkan. Sebaliknya, penggunaan kepuasan sebagai parameter akan menempatkan prestasi ke tempat yang paling bawah. Memang pada kenyataannya, sulit untuk menentukan mana yang paling baik bagi perusahaan, “karyawan puas karena berprestasi” atau “karyawan berprestasi karena puas”.

Prinsip-prinsip Pengelolaan Karyawan

Secara umum, pengelolaan karyawan dalam perusahaan mengikuti kecenderungan sebagai berikut:
  • Model Hubungan Manusiawi (19301–1940)
  • Model Manajemen Partisipatif (1950)
  • Model T-Group (1960)
  • Model Pemerkayaan Pekerjaan (1970)
  • Model Quality Cycle (1980)
Peralihan kecenderungan ini bukan berarti bahwa pendekatan di atas tidak dapat lagi dipergunakan saat ini. Sebaliknya, dalam kondisi dan situasi tertentu yang sesuai, pendekatan itu akan sangat berguna. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua pendekatan itu dapat dipergunakan secara bersamaan dan simultan. Selain menganjurkan penggunaan pendekatan di atas, di bawah ini akan disajikan 7(tujuh) prinsip pengelolaan karyawan yang baik, berlaku luas, dan dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi yang beraneka ragam. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

  • Cocokkan karyawan dengan pekerjaan : Prinsip ini berarti pekerjaan harus dirancang untuk karyawan yang tersedia. Selain itu, karyawan juga didorong untuk menerima pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan individunya. Hal ini berarti, kar- yawan diberikan otonomi dalam bekerja. Berkaitan dengan itu, Hackman dan Oldham menyatakan bahwa otonomi di dalam pekerjaan akan mempengaruhi rasa tanggung jawab para karyawan akan hasil kerja. Otonomi ini dapat dicapai dengan memberikan lebih banyak wewenang pengambilan keputusan kepada karyawan.
  • Definisikan tanggung jawab karyawan secara jelas : Kejelasan tanggung jawab biasanya dilakukan melalui job description yang tertulis atau berisikan tentang tujuan tugas yang selalu dimodifikasi. Dilain pihak, ketidakjelasan tanggung jawab akan dapat meningkatkan perasaan frustrasi karyawab dan pada gilirannya akan berakibat pada kualitas, produktivitas, dan tingkat konflik yang dialami karyawan.
  • Tetapkan standar prestasi: Adanya standar prestasi akan mengurangi ketergantungan karyawan pada penyelia. Standar prestasi berarti ada suatu rumusan yang jelas tentang apa yang harus dicapai karyawan, sekaligus membuka kemungkinan lebih besar untuk mendesentralisasikan lebih banyak tugas kepada karyawan.
  • Komunikasi dan keterlibatan karyawan: Gagasan manajemen partisipatif digalakkan kembali pada prinsip ini. Artinya, karyawan pantas untuk tahu berbagai kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan dan merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi kebijakan melalui peran serta dalam pengambilan keputusan. Ada kebanggaan akan keahlian yang dimulai pada manajemen puncak dan merembes ke keseluruhan perusahaan. Akibatnya, karyawan tahu bahwa ia bertanggung jawab dan menerima tanggung jawab tersebut. Jepang dapat dikatakan sebagai negara penganut prinsip ini secara kaku.
  • Mengadakan pendidikan dan latihan: Dalam situasi di mana pengetahuan berkembang dengan pesat, adanya pendidikan dan pelatihan mutlak diperlukan untuk menunjang karier. Melalui pendidikan dan latihan, pandangan karyawan diperluas melalui tambahan pengetahuan, serta dapat menyumbang pada pencapaian integrasi perusahaan.
  • Menjamin supervisi yang baik: Tidak ada yang lebih mendasar bagi karyawan selain daripada adanya penyeliaan yang baik. Seorang penyelia harus memiliki keahlian, baik teknologi, konseptual, maupun manusiawi. Menurut teori perilaku, apabila karyawan mengetahui prestasi apa yang diharapkan darinya dan diberikan kesempatan untuk mewujudkan harapan ini, mereka akan termotivasi untuk lebih berprestasi.
  • Penghargaan atas prestasi kerja: Semua karyawan membutuhkan penghargaan atas prestasi kerjanya. Apabila standar telah ditetapkan, giliran penetapan berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada karyawan yang telah mencapai atau melebihi standar itu. Penghargaan yang diberikan dapat berupa penghargaan material maupun im-material.
 

Desain Kerja

Sebelum rancangan kerja dimulai, produk umumnya telah lebih dahulu ditetapkan. Ada kalanya teknologi atau proses sudah ditentukan. Apabila kondisinya demikian, maka fleksibilitas yang tersisa hanya sedikit karena pekerjaan hampir seluruhnya telah diserap oleh teknologi proses. Disain kerja dapat diartikan sebagai fungsi penetapan kegiatan-kegiatan individual dan kelompok secara organisasional. Dengan kata lain, disain kerja merupakan fungsi penstrukturan tentang isi dan metode kerja. Hal ini berarti, suatu disain kerja harus berisikan paling tidak 6 (enam) uraian, yaitu: 

1.    Tugas apa yang harus dilaksanakan;
2.    Bagaimana melaksanakannya;
3.    Kapan pekerjaan itu dilaksanakan;
4.    Di mana tempat pelaksanaannya;
5.    Siapa pelaksana dan siapa penanggungjawabnya;
6.    Mengapa pekerjaan itu harus diselesaikan.

Rancangan kerja merupakan pokok bahasan yang kompleks. Untuk menelusurinya, terlebih dahulu diperlukan pemahaman yang menyeluruh mengenai variabel teknis dan variabel sosial (karyawan). Apabila salah satu variabel ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi dis-equilibrium dalam pekerjaan. Pekerjaan menjadi membosankan atau pekerjaan tidak memanfaatkan kelebihan teknologi yang tersedia. Tujuan diadakannya rancangan kerja adalah untuk menemukan pekerjaan yang dapat memenuhi persyaratan sosial dan persyaratanan teknis sekaligus. Pendekatan ini mengarah pada pengembangan kerja yang tidak semata-mata mencerminkan tingkat teknologi yang paling ekonomis dengan menempatkan manusia sebagai mesin. Lebih jauh, pandangan ini juga harus mempertimbangkan biaya-biaya yang mungkin timbul sebagai akibat tingginya tingkat perputaran karyawan, absen, dan kejenuhan dalam bekerja.

Pengukuran Kerja

Tanggung jawab manajer adalah untuk mendefinisikan tujuan dan menjamin bahwa tekhnik pengukuran kerja tersebut digunakan dengan tepat. Apabila tekhnik pengukuran kerja yang diterapkan merupakan tekhnik yang benar-benar dapat menjawab kebutuhan organisasi, maka dengan sendirinya berbagai macam kegunaan dapat diperoleh. Tekhnik pengukuran kerja dapat digunakan untuk tujuan berikut:
  • Mengevaluasi Prestasi Kerja : Hal ini dilakukan dengan membandingkan output aktual dalam suatu periode dengan output standar yang ditentukan dari pengukuran kerja. Hasil yang diperoleh berupa adanya kesesuaian atau ketidak-sesuaian antar output, yang dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan terhadap karyawan.
  • Merencanakan Kebutuhan Karyawan : Untuk suatu tingkat output tertentu dimasa mendatang, dan dengan membandingkannya dengan ketersediaan waktu kerja, hasil pengukuran kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa banyak karyawan yang dibutuhkan.
  • Menentukan Kapasitas yang Tersedia: Dengan jumlah karyawan dan ketersediaan peralatan tertentu, ditambah dengan ketersediaan waktu, standar kerja yang dimiliki organisasi dapat digunakan untuk memprediksi kapasitas yang tersedia.
  • Menentukan Harga Produk: Standar kerja yang diperoleh melalui pengukuran kerja merupakan salah satu unsur dalam penetapan harga pokok dan harga jual. Keberhasilan penetapan harga produk akan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
  • Membandingkan Metode Kerja: Apabila sedang dilakukan evaluasi dan penilaian atas beberapa metode yang berbeda, standar kerja dapat memberikan dasar untuk melakukan perbandingan ekonomis atas metode-metode tersebut.
  • Mempermudah Penjadwalan : Salah satu input data bagi semua sistem penjadwalan adalah estimasi waktu bagi kegiatan kerja. Estimasi waktu ini biasanya diturunkan dari pengukuran kerja.
  • Menentukan Upah Insentif: Karyawan akan memperoleh insentif dan upah yang lebih tinggi apabila dapat mencapai atau melampaui output tertentu. Kegunaan standar kerja dalam hal ini adalah penentuan tingkat upah berdasarkan standar kerja sebesar 100%.



Contoh Kasus :
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PT SEMEN GRESIK

PT Semen Gresik merupakan perusahaan semen terbesar di Indonesia. Visi perusahaan ini adalah menjadi pemimpin perusahaan semen dengan reputasi internasional dan mampu menciptakan nilai tambah pada para stakeholder. Sedangkan misi perusahaan ini yang pertama adalah memproduksi dan memperdagangkan semen dan produk lain yang relevan dengan orientasi pada kepuasan konsumen dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Yang kedua adalah menciptakan manajemen korporat yang sesuai dengan standar internasional dengan menegakkan etika bisnis, solidaritas, dan bersikap proaktif, efektif, dan inovatif dalam menunjukkan kinerja. Yang ketiga, mempunyai daya saing dalam pasar semen domestik maupun internasional. Yang keempat, memberdayakan dan menjaga sinergi di antara unit bisnis strategis untuk berkelanjutan. Yang kelima, mempunyai komitmen untuk peningkatan kemakmuran para stakeholder, khususnya pemegang saham, karyawan dan komunitas di sekitarnya. 
PT Semen Gresik memiliki bebagai tipe semen. Semen utama yang diproduksi adalah tipe I semen Portland (Ordinary Portland Cement –OPC). Sebagai tambahan, berbagai tipe semen khusus dan campuran juga diproduksi, untuk penggunaan terbatas dan jumlah kecil daripada OTC. Secara keseluruhan produk-produk perusahaan ini yaitu Ordinary Portland Cement Tipe I, Portland Cement Tipe II, Ordinary Portland Cement Tipe III, Ordinary Portland Cement Tipe V, Ordinary Portland Cement Tipe III, Portland Pozzoland Cement (PPC), Portland Composite Cement (PCC), Super Masonary Cement (SMC), Oil Well Cement, Class G-HSR (High Sulfate Resistance), dan Special Blended Cement (SBC).


Strategi dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Manusia 
PT SEMEN GRESIK

HUMAN RESOURCES DEVELOPMENT (HUMAN CAPITAL MASTER PLAN)
Mengantisipasi pertumbuhan dan pengembangan Perseroan yang mulai agresif dibeberapa tahun terakhir ini, Perseroan telah menyusun Human Capital Master Plan (HCMP) yang merupakanframework pengembangan secara bertahap HC Perseroan dalam periode lima tahun ke depan, guna menjamin tercapaianya visi Perseroan. Dalam HCMP tersebut, Perseroan telah menetapkan kebijakan-kebijakan mendasar dalam pengelolaan dan pengembagan SDM. Seluruh kebijakan yang disusun menyangkut pengembangan HC bermuara pada satu tujuan, Perseroan memiliki dan mengembangangkan HC dengan talenta terbaik untuk menjamin tercapainya visi dan misi Perusahaan.
HCMP Perseroan terdiri atas empat tahapan yang dilakukan secara berkelanjutan, yakni:

1.   Tahap pertama, 2009 - 2010, setting human capital foundation, yakni penyusunan HCMP dan dimulainya transisi implementasi sistem dengan kegiatan penyelarasan sistem manajemen SDM dan optimalisasi framework aliran human capital di antara anggota group Perseroan.
2. Tahap kedua, pelaksanaan HCMP, 2011 - 2012, growth &strengthening. Perseroan melakukan penguatan human capital systemdan percepatan peningkatan performance SDM secara berkesinambungan. Target tahap ini yaitu terjadinya akselerasi kemampuan dan kinerja SDM secara signifikan guna mendukung pencapaian tujuan Perseroan.
3. Tahap ketiga, 2013, excellent performance. Pada tahapan ini seluruhHuman Capital System telah mencapai kondisi yang optimal dan berada pada derajat aligment yang tinggi untuk menunjukkan high performance system and culture.
4.  Tahap keempat, 2014 dan seterusnya, pengelolaan HC Perseroan yang sejajar dengan pengelolaan HC perusahaan kelas dunia. Pada tahap ini, pengelolaan HC yang dilakukan Perseroan mampu membuat citra atau persepsi publik terhadap Perseroan berubah. Perseroan telah menjadi perusahaan kelas dunia dengan standar manajemen internasional, perusahaan pilihan dalam bisnis persemanan dan perusahaan pilihan para talenta terbaik yang berminat terjun di bidang persemenan. 

TRAINING AND DEVELOPMENT
Salah satu fokus HCMP yaitu pelaksanaan program leadership development dengan tujuan menghasilkan pemimpin yang memiliki kapabilitas kepemimpinan yang mumpuni, baik dari aspek teknis, kepemimpinan, maupun business acumen di semua jenjang baik struktural maupun dan fungsional organisasi. Pemimpin di Perseroan diupayakan memiliki kompetensi inti dan elemen kepemimpinan. Kompetensi inti terdiri dari teamworkcontinuous learning, berorientasi melayani, profesional. Sedangkan elemen kepemimpinan berupa adaptibilityproblem solvingchange leadershipplanning organizing, dan developing people.
Perseroan juga melakukan penguatan budaya perusahaan yang didasarkan pada performance based culture. Perilaku unggul dirangkum sebagai kompetensi inti, kemudian digabungkan dengan kompetensi teknis yang dipergunakan sebagai dasar pengembangan kompetensi pegawai.

KNOWLEDGE MANAGEMENT
Perseroan mulai melaksanakan kegiatan knowledge managementdengan tujuan mengelola pengetahuan yang merupakan aset bernilai tinggi di Perseroan sebagai sarana untuk meningkatkan keunggulan HC Perseroan. Tergolong dalam kegiatan ini yaituknowledge sharingmentoring, bedah buku dan kegiatan lain terkait dengan pengetahuan individu maupun kelompok. Kegiatan knowledge management diharapkan semakin memperkuat kemampuan human capital Perseroan termasuk dalam melakukan rancang bangun fasilitas produksi yang telah menjadi salah satu kompetensi inti Perseroan. Kegiatan ini sangat mendukung pelaksanaan learning processinter-group rotationjob opportunity, maupun career planning pegawai Perseroan.

MANAJEMEN KINERJA DAN SISTEM REMUNERASI
Peningkatan kompetensi SDM kemudian diimbangi dengan pemberian kesempatan untuk berkembang bersama Perseroan serta pemberian paket remunerasi yang kompetitif. Proses ini melibatkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan siklus manajemen kinerja, mulai dari penyusunan rencana, performance review secara kontinyu dan penilaian kinerja di akhir tahun.
Di tahun 2009, Perseroan mulai mengimplementasikan “Balance Scorecard" sebagai tools dalam manajemen KPI guna menjamin akurasi, transparansi, dan obyektifitas penilaian kinerja.
Hasil evaluasi akan digunakan untuk mendapatkan feedback bagi pengembangan SDM bersangkutan dan memberikan penghargaan untuk yang mencapai atau melebihi target KPI. Bagi yang tidak mencapai ukuran kinerja yang ditetapkan, dilakukan pembinaan.


KESIMPULAN

Manajemen Sumber Daya Manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia - bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian MSDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll. Unsur MSDM adalah manusia.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya.
Pada PT. Semen Gresik melakukan Strategi dan Rencana Pengelolaan Sumber Daya Manusia  yang terdiri dari Human Resources Development  (Human Capital Master Plan), Training And Development, Knowledge Management dan Manajemen Kinerja dan Sistem Remunerasi.







Daftar Pustaka :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar